weblog.

Saya Pernah Juara Kaligrafi dengan Gambar Teknik

WhatsApp
Facebook
X
LinkedIn

Jujur aja, saya nggak bisa khat atau kaligrafi. Paling cuma pernah coba-coba nulis Arab ala kadarnya.
Tapi karena bapak saya guru bahasa Arab sekaligus bisa khat, otomatis muncul stereotipe:
“Oh, pasti anaknya bisa kaligrafi dong.”
Dan dari situlah saya ditunjuk ikut lomba kaligrafi. Padahal itu hal yang sama sekali nggak saya suka. Asal tunjuk.

Pertama kali ikut lomba, hasilnya? Ya asal aja. Asal tulis, asal warna.
Tapi ada hal unik: hampir setiap kali lomba, juara pertamanya selalu duduk persis di sebelah saya.
Ya udah, saya jadi tukang nyontek gaya—copy apa aja yang bisa ditiru biar kelihatan keren dikit.

Masalahnya, saya memang nggak bisa menulis indah.
Tapi kalau soal logika dan matematika, saya lumayan pede.
Akhirnya saya mikir: gimana caranya hasil tetap bagus, tapi lewat trik-trik receh?

Beberapa waktu lalu, saya lihat adik saya kuliah arsitektur.
Tugas pertamanya: gambar teknik. Nulis abjad pakai garis-garis, ukuran presisi, super rapi.
Pas saya lihat, langsung ke-flashback masa lomba dulu:
“Lah, ini kan teknik yang saya pake waktu kaligrafi!”
Kebayang nggak? Orang-orang bawa pena khusus khat, saya malah bawa jangka sama penggaris.
Ini mau lomba seni atau ngerjain PR matematika? 😂

Teknik itu akhirnya saya namakan “Kaligrafi with Math.”

  • Bikin lingkaran gede.
  • Tambahin lingkaran bantu untuk tebal huruf, tinggi huruf, dan batas bawah huruf.
  • Bagi lingkaran jadi empat bagian biar pas sama teks lomba.
  • Nulis khat kufi sesuai garis bantu melingkar.
  • Ornamen samping? Pola kotak-kotak dan garis geometris aja.
  • Terakhir, kasih warna yang kontras, tambahin arsiran biar kelihatan detail.
Kurang Lebih Polanya Seperti ini, Tulisan Arabnya Melingkar Mengikuti Pola Berpatokan Titik Tengah

Hasilnya? Setelah trial-error tiga kali, akhirnya saya juara juga.
Malah sempat empat kali juara satu.
Ya tingkat kecamatan doang sih, nggak sampai kabupaten—ya wajar, wong ini teknik DIY tanpa pelatih. Wkwk.

Kalau biasanya creative people menyebutnya “polishing my art” saya menyebutnya “polishing my math”

Oh iya, pernah sekali saya maju ke tingkat kabupaten.
Sekolah sewa mobil biar aman untuk rombongan sekolah kami yang maju 3 orang kalau tidak salah. Eh, di tengah jalan ban mobilnya pecah! 🤦‍♂️
Padahal lomba kaligrafi itu mulai paling awal karena durasinya sekitar 4 jam. Saya datang telat 2 jam.
Akhirnya hasil karya saya cuma “mentah”—sudah selesai sih, tapi kurang trik-trik receh yang biasanya bikin manis alias cheap trills.
Pas penilaian, saya lihat kaligrafi saya ternyata masih masuk 5 besar dari kurang lebih 50 peserta se-Kabupaten Sleman. Kalau selesai sampai detail mungkin dapatlah Juara, tapi mungkin takdir di universe ini tidak jadi juara, lucu juga inventing teknik tidak jelas bisa juara kabupaten wkwk.
Ya udah lah, anggap aja bonus cerita seru: ban pecah, mobil sewaan yang katanya sehat sampai bikin petugas service dari penyewaan mobil ikutan bingung.

Lomba ini saya kalah masih trial error, malah fotografer yang mengambil foto ini dapat Juara Fotografi.

Pelajaran yang saya dapat banyak: mulai dari Amati–Tiru–Modifikasi, adaptasi, nutupin kekurangan, eksploitasi kelebihan, sampai berani tampil beda walau hasilnya cuma “unik aja.”

Begitu saya pensiun lomba (karena sudah kelas akhir), giliran adik-adik yang kena “asal tunjuk.”
Lucunya, mereka juga sama-sama nggak bisa khat.
Karena kasihan, baru ditunjuk H-1, saya kasih warisan teknik Kaligrafi with Math.
Besoknya langsung maju lomba.

Hasilnya? Ya jelas nggak langsung juara.
Butuh jam terbang juga. Mungkin setelah 2–3 kali baru bisa juara, mentok tingkat kecamatan lah wkwk.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

weblog lainya